Irene mengedipkan matanya kepadaku. Aku nggak tahu apa maksudnya.
Irene adalah teman kuliahku yang baru pindah dari Padang. Pada waktu
perkenalan, dia terus memandangku. Aku memang tergolong wanita cantik di
kampusku. Dengan tubuh ku yang tidak begitu tinggi, tapi tubuhku
terlihat seksi dan montok ditambah kulitku yang putih mulus membuat
semua lelaki di kampusku sangat bernafsu melihatku.
Pembaca Cerita seks yang sedang dimabuk cinta.
Perkenalkan namaku Donita. Aku serang cewek cantik bertinggi badan
160cm. Kulit ku putih mulus dengan ukuran buah dada 36. Aku seorang
lesbian. Awalnya aku tidak menyangka ketika ternyata aku menyukai
wanita. Kejadian itu bermula ketika aku berniat menghampiri Irene untuk
berangkat kuliah bareng. Maklum, Irene tinggal tidak jauh dari rumahku.
Pagi hari, aku sengaja mampir ke rumah Irene barangkali dia belum
berangkat. Segera kupacu mobilku ke rumahnya yang lumayan besar juga. Di
pintu gerbang, terlihat pembantunya. Segera kupanggil pembantunya.
Setelah kutanya apakah Irene sudah berangkat apa belum. Kemudian
samar-samar terdengar Irene memanggilku dari dalam kamarnya “Masuk aja
Don”. Kemudian aku langsung menuju kamarnya.
etelah pintu dibuka dari dalam aku segera masuk. Si pemilik kamar
sedang duduk di atas tempat tidur seraya membaca buku. Astaga! Ia
telanjang bulat. Tubuhnya yang indah itu tidak ditutupi oleh selembar
benang pun. Tampaklah payudaranya yang montok dan padat.
Ditengah-tengahnya terdapat puting susu yang tinggi, yang dikelilingi
oleh lingkaran coklat, sementara bagian kemaluannya ditumbuhi
rambut-rambut tipis. Pahanya yang putih dan mulus menantang setiap
lelaki untuk menjamahnya.
“Don, duduk di sini dong. Jangan bengong saja.”
“Lho, kamu lagi ngapain, Gin?” tanyaku.
“Rasanya hari ini aku lagi malas kuliah nih, Don.”
“Kenapa?”
“Nggak tahu tuh. Pokoknya lagi malas.”
“Tapi kamu nggak usah telanjang bulat kayak begitu dong”, kataku sambil
menyodorkan kaus singlet kepadanya. Irene bukannya menerima pemberianku,
namun ia malah menyeret tanganku sehingga aku jatuh telentang di atas
kasur. Tiba-tiba Irene mencium bibirku, sementara tangannya
meremas-remas payudaraku yang tidak begitu besar.
“Gin! Aduh, kok kamu begini sih?! Jangan ah!” kataku sambil berusaha
melepaskan diri. Akan tetapi Irene lebih kuat. Tubuhnya yang bugil
menindih tubuhku. Akhirnya aku pasrah saja. Dengan perlahan-lahan Irene
menanggalkan kaus oblong yang kukenakan. Ia menyelipkan tangannya ke
balik mangkuk behaku lalu meremas payudaraku. Aku menggerinjal-gerinjal
dibuatnya. Kemudian ia melepaskan beha yang kupakai sehingga terbukalah
payudaraku yang kencang menantang.
“Ya ampun, Don. Buah dada kamu bagus amat. Biar nggak besar, tapi
kencang dan kenyal lho”, kata Irene sambil mempermainkan puting susuku
dengan jari-jemarinya yang lentik sehingga membuatku kegelian.
Aku hanya tersenyum saja. Lalu ia meremas-remas payudaraku. Terasa
kenyal dan ketat baginya. Aku semakin menggerinjal-gerinjal. Setelah itu
mulutnya menghisap, mengulum, dan menyedot payudaraku. Lidahnya pun
mempermainkan puting susuku yang mulai menegang. Kemudian ia
menghisap-hisapnya laksana seorang bayi yang kehausan air susu ibunya.
Setelah puas merambah payudaraku, Irene membuka celana panjangku.
Tangannya meraba pahaku yang mulus. Lalu ia menurunkan celana dalamku,
sehingga kami berdua bugil bagai dua orang bayi yang baru saja
dilahirkan. Kemudian ia menyuruhku duduk. Ia menyodorkan payudaranya ke
mulutku dan aku menerimanya. Aku lumat payudara yang kenyal itu dengan
mulutku, sedangkan lidahku yang menyambar-nyambar seperti lidah ular,
bergoyang-goyang mempermainkan puting susunya yang tinggi menggiurkan.
Aku hisap puting susu itu yang semakin lama semakin menegang saja. Irene
semakin memelukku dengan erat.
“Ouuhh.. Donita.. ouuhh!”
Aku dan Irene saling berpelukan. Kedua pasang payudara kami saling
bersentuhan. Sejenak ada perasaan aneh yang menjalar ke seluruh tubuhku
merasakan payudaranya yang kenyal. Demikian pula Irene yang merasakan
payudaraku. Ia menggesek-gesekkan puting susunya ke puting susuku,
sehingga kami berdua sama-sama mendesah.
“Ouuhh.. ouuhh..” aku menjerit kecil tatkala lidah Irene mulai menjilati
kemaluanku dan kemudian masuk menyusuri liang vaIreneku. Ia
menjilat-jilat bagian dalam “daerah terlarang”ku yang mulai basah itu.
Aku menjerit lagi, ketika ujung lidahnya mempermainkan daging kecil yang
menempel pada kewanitaanku itu. Lalu aku berdua berbuat serupa.
Akhirnya kami berdua sama-sama kelelahan dan tergolek begitu saja di
atas kasur.
Tak lama kemudian, Irene bangkit. Ia mengambil es jeruk yang ada di
meja di samping tempat tidurnya. Lalu ia menuangkan es jeruk itu ke
kemaluanku. Aku menjerit kecil kedinIrenen. Sementara ia juga menuangkan
es jeruk yang tersisa ke dalam kemaluannya sendiri. Tubuh Irene
menindihku. Kepalanya menghadap ke selangkanganku. Demikian pula
kepalaku menghadap ke selangkangannya. Lidahnya mulai menjilati
kemaluanku. Ia menikmati er jeruk yang sudah mulai masuk ke dalam liang
vaIreneku. Lidahnya mengikuti aliran air jeruk itu sampai masuk ke dalam
“gua keramat”ku itu. Dijilatinya dinding vaIreneku, membuatku
menggerinjal-gerinjal kegelian.
“Ouuhh.. Irene.. teruskan..!” desisku bernafsu. Irene melanjutkan
penjelajahannya. Sementara itu di sisi lainnya, lidahku pun berbuat hal
yang sama pada kemaluannya. Kami berdua dengan garang mempermainkan
daging kecil yang berada di dalam liang kewanitaan lawan masing-masing.
Kami berdua menggerinjal-gerinjal keras, sampai-sampai tubuh kami berdua
jatuh ke lantai.
Beberapa detik kemudian, tubuh kami berdua tergeletak di lantai
berdampingan dalam keadaan loyo. Lelah memang, namun penuh dengan
kenikmatan yang tak terhingga. Irene tersenyum. Tiba-tiba tangannya
kembali meraih tubuhku dan mendekapku. Kembali payudara kami
bersentuhan, sementara mulut kami saling melumat satu sama lain. Kami
berbaring berhadap-hadapan, dengan kedua kakiku dan kakinya saling
berselisipan dan kedua selangkangan kami saling menempel. Kemudian Irene
menggesekkan kemaluannya pada kemaluanku berulang-ulang hingga kami
berdua puas.