Kamis, 13 Januari 2011

Cerita Lesbian – Irene teman kuliahku yang Cantik

Irene mengedipkan matanya kepadaku. Aku nggak tahu apa maksudnya. Irene adalah teman kuliahku yang baru pindah dari Padang. Pada waktu perkenalan, dia terus memandangku. Aku memang tergolong wanita cantik di kampusku. Dengan tubuh ku yang tidak begitu tinggi, tapi tubuhku terlihat seksi dan montok ditambah kulitku yang putih mulus membuat semua lelaki di kampusku sangat bernafsu melihatku. Pembaca Cerita seks yang sedang dimabuk cinta. Perkenalkan namaku Donita. Aku serang cewek cantik bertinggi badan 160cm. Kulit ku putih mulus dengan ukuran buah dada 36. Aku seorang lesbian. Awalnya aku tidak menyangka ketika ternyata aku menyukai wanita. Kejadian itu bermula ketika aku berniat menghampiri Irene untuk berangkat kuliah bareng. Maklum, Irene tinggal tidak jauh dari rumahku. Pagi hari, aku sengaja mampir ke rumah Irene barangkali dia belum berangkat. Segera kupacu mobilku ke rumahnya yang lumayan besar juga. Di pintu gerbang, terlihat pembantunya. Segera kupanggil pembantunya. Setelah kutanya apakah Irene sudah berangkat apa belum. Kemudian samar-samar terdengar Irene memanggilku dari dalam kamarnya “Masuk aja Don”. Kemudian aku langsung menuju kamarnya.

etelah pintu dibuka dari dalam aku segera masuk. Si pemilik kamar sedang duduk di atas tempat tidur seraya membaca buku. Astaga! Ia telanjang bulat. Tubuhnya yang indah itu tidak ditutupi oleh selembar benang pun. Tampaklah payudaranya yang montok dan padat. Ditengah-tengahnya terdapat puting susu yang tinggi, yang dikelilingi oleh lingkaran coklat, sementara bagian kemaluannya ditumbuhi rambut-rambut tipis. Pahanya yang putih dan mulus menantang setiap lelaki untuk menjamahnya.
“Don, duduk di sini dong. Jangan bengong saja.”
“Lho, kamu lagi ngapain, Gin?” tanyaku.
“Rasanya hari ini aku lagi malas kuliah nih, Don.”
“Kenapa?”
“Nggak tahu tuh. Pokoknya lagi malas.”
“Tapi kamu nggak usah telanjang bulat kayak begitu dong”, kataku sambil menyodorkan kaus singlet kepadanya. Irene bukannya menerima pemberianku, namun ia malah menyeret tanganku sehingga aku jatuh telentang di atas kasur. Tiba-tiba Irene mencium bibirku, sementara tangannya meremas-remas payudaraku yang tidak begitu besar.
“Gin! Aduh, kok kamu begini sih?! Jangan ah!” kataku sambil berusaha melepaskan diri. Akan tetapi Irene lebih kuat. Tubuhnya yang bugil menindih tubuhku. Akhirnya aku pasrah saja. Dengan perlahan-lahan Irene menanggalkan kaus oblong yang kukenakan. Ia menyelipkan tangannya ke balik mangkuk behaku lalu meremas payudaraku. Aku menggerinjal-gerinjal dibuatnya. Kemudian ia melepaskan beha yang kupakai sehingga terbukalah payudaraku yang kencang menantang.
“Ya ampun, Don. Buah dada kamu bagus amat. Biar nggak besar, tapi kencang dan kenyal lho”, kata Irene sambil mempermainkan puting susuku dengan jari-jemarinya yang lentik sehingga membuatku kegelian.
Aku hanya tersenyum saja. Lalu ia meremas-remas payudaraku. Terasa kenyal dan ketat baginya. Aku semakin menggerinjal-gerinjal. Setelah itu mulutnya menghisap, mengulum, dan menyedot payudaraku. Lidahnya pun mempermainkan puting susuku yang mulai menegang. Kemudian ia menghisap-hisapnya laksana seorang bayi yang kehausan air susu ibunya.
Setelah puas merambah payudaraku, Irene membuka celana panjangku. Tangannya meraba pahaku yang mulus. Lalu ia menurunkan celana dalamku, sehingga kami berdua bugil bagai dua orang bayi yang baru saja dilahirkan. Kemudian ia menyuruhku duduk. Ia menyodorkan payudaranya ke mulutku dan aku menerimanya. Aku lumat payudara yang kenyal itu dengan mulutku, sedangkan lidahku yang menyambar-nyambar seperti lidah ular, bergoyang-goyang mempermainkan puting susunya yang tinggi menggiurkan. Aku hisap puting susu itu yang semakin lama semakin menegang saja. Irene semakin memelukku dengan erat.
“Ouuhh.. Donita.. ouuhh!”
Aku dan Irene saling berpelukan. Kedua pasang payudara kami saling bersentuhan. Sejenak ada perasaan aneh yang menjalar ke seluruh tubuhku merasakan payudaranya yang kenyal. Demikian pula Irene yang merasakan payudaraku. Ia menggesek-gesekkan puting susunya ke puting susuku, sehingga kami berdua sama-sama mendesah.
“Ouuhh.. ouuhh..” aku menjerit kecil tatkala lidah Irene mulai menjilati kemaluanku dan kemudian masuk menyusuri liang vaIreneku. Ia menjilat-jilat bagian dalam “daerah terlarang”ku yang mulai basah itu. Aku menjerit lagi, ketika ujung lidahnya mempermainkan daging kecil yang menempel pada kewanitaanku itu. Lalu aku berdua berbuat serupa. Akhirnya kami berdua sama-sama kelelahan dan tergolek begitu saja di atas kasur.
Tak lama kemudian, Irene bangkit. Ia mengambil es jeruk yang ada di meja di samping tempat tidurnya. Lalu ia menuangkan es jeruk itu ke kemaluanku. Aku menjerit kecil kedinIrenen. Sementara ia juga menuangkan es jeruk yang tersisa ke dalam kemaluannya sendiri. Tubuh Irene menindihku. Kepalanya menghadap ke selangkanganku. Demikian pula kepalaku menghadap ke selangkangannya. Lidahnya mulai menjilati kemaluanku. Ia menikmati er jeruk yang sudah mulai masuk ke dalam liang vaIreneku. Lidahnya mengikuti aliran air jeruk itu sampai masuk ke dalam “gua keramat”ku itu. Dijilatinya dinding vaIreneku, membuatku menggerinjal-gerinjal kegelian.
“Ouuhh.. Irene.. teruskan..!” desisku bernafsu. Irene melanjutkan penjelajahannya. Sementara itu di sisi lainnya, lidahku pun berbuat hal yang sama pada kemaluannya. Kami berdua dengan garang mempermainkan daging kecil yang berada di dalam liang kewanitaan lawan masing-masing. Kami berdua menggerinjal-gerinjal keras, sampai-sampai tubuh kami berdua jatuh ke lantai.
Beberapa detik kemudian, tubuh kami berdua tergeletak di lantai berdampingan dalam keadaan loyo. Lelah memang, namun penuh dengan kenikmatan yang tak terhingga. Irene tersenyum. Tiba-tiba tangannya kembali meraih tubuhku dan mendekapku. Kembali payudara kami bersentuhan, sementara mulut kami saling melumat satu sama lain. Kami berbaring berhadap-hadapan, dengan kedua kakiku dan kakinya saling berselisipan dan kedua selangkangan kami saling menempel. Kemudian Irene menggesekkan kemaluannya pada kemaluanku berulang-ulang hingga kami berdua puas.