aku mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Wah, asyik juga, kalau Bu
mulan mau mandi bersama aku. Karena dulu waktu di asrama, aku sering
pula mandi berdua dengan teman-teman, sebagaimana pula dengan
teman-teman yang lain. Kadang kami sering kagum dengan badan dan
payudara teman yang lain, walaupun sering mandi bersama tidak pernah
terjadi seperti yang ada di BF, apa itu namanya? Lesbian?
Ditengah aku mandi, terdengar ketukan di pintu.
“Siapa, yaa?”.
“aku, dik”, suara Ibu mulan menyahut.
aku
bukakan pintu kamar mandi, tentu saja aku dalam keadaan telanjang. Ibu
mulan langsung masuk ke kamar mandi, dan melepas bajunya satu persatu.
aku berhenti mandi dan hanya memandanginya, aku berdebar-debar ingin
melihat “peralatan” Ibu mulan.Ternyata betul dan nyatalah Ibu mulan
sekarang sudah telanjang pula bersama aku di kamar mandi. Kulitnya putih
mulus, payudaranya agak besar, mungkin cup B, perutnya rata dan rambut
kemaluannya lebat. Dibanding kulit aku yang lebih coklat dan rambut
kemaluan aku yang hanya sedikit sekali, aku iri juga.
“Kenapa dik?”, Ibu mulan membangunkan lamunan sesaat aku, sambil tersenyum.
“Ndak, Bu, ndak apa-apa”.
“Oh,
rambut yang bawah hanya sedikit yaa”, sambil tangannya menjulur
mengelus liang surgaku. aku terkesiap, ada perasaan aneh pada vagina aku
ketika tangannya mengelus lembut vagina aku. (aku teringat dulu ketika
di asrama, kadang kalau mandi bersama teman yang lain, sering guyonan
mengelus vagina teman lain seperti itu, tapi tidak ada rasa apa-apa).
Secara refleks pula aku menarik napas panjang dan menutup mata.
“Kenapa dik, nikmat?”.
aku membuka mata dan tersipu malu.
“Oh..,
belum pernah yaa”, Ibu mulan tersenyum, sambil matanya menyempit
memperhatikan aku. aku juga hanya tersenyum sambil menggigit bibir. aku
ingin Ibu mulan mengelus vagina aku lagi seperti tadi, kata aku dalam
hati.
aku merasa itu terjadi begitu cepat, tiba-tiba Ibu mulan
berjongkok di hadapan aku dan mulai menjilati vagina aku. aku kaget dan
keenakan. Sambil berdiri, aku sandarkan punggung aku ke tembok kamar
mandi. aku tidak bisa dan tidak mau menolaknya, aku ingin menikmatinya.
Ibu mulan sangat ahli menjilati vagina aku, dengan lembut dia membuka
lebar paha aku dan membuka pelan-pelan bibir kemaluan luar aku. aku
merasakan sangat nikmat di bawah sana, di kemaluan aku, ketika lidah Ibu
mulan menjilat-jilat kemaluan bagian dalam aku, sungguh nikmat dan
nikmat sekali, terutama ketika bibirnya yang basah menjilati klitoris
aku. aku menutup mata menikmatinya, payudara aku juga ikut mengeras,
kedua tangan aku meremas bahu Ibu mulan yang berjongkok di depan aku.
aku menutup rapat-rapat bibir aku, sambil menggigit kencang bibir aku,
nikmat sekali, nikmat sekali. Hanya napas aku makin lama makin berat,
dan makin lama aku makin merasa kemaluan aku makin basah.
“Ooohh..”,
aku mendesah agak keras, aku merasa melayang dan lupa segala dalam
sesaat. Kemaluan aku bagian dalam terasa berdenyut-denyut
berkepanjangan, tubuh aku serasa melayang dengan segala rasa yang pernah
aku alami. Untuk pertama kalinya aku merasa mulai mengetahui kemaluan
aku sendiri dan kenikmatannya yang luar biasa. (itu namanya orgasme,
yaa).
“Sudah, dik?”, suara Ibu mulan menyadarkanku.
“Maaf,
Bu”, sambil aku memeluk tubuh telanjang Ibu mulan yang sudah kembali
berdiri di hadapan aku. aku merasa ingin dibelai dan diakungi, di
samping tubuh aku yang mendadak lemas, setelah merasakan puncak
kenikmatan tadi.
“Tidak apa-apa”, Ibu mulan masih tersenyum.
“Wajar
saja, tidak usah khawatir”, Ia melanjutkan. Sambil dipeluknya tubuh aku
yang juga telanjang. Dia raih kepala aku, dan diciumnya bibir aku
dengan lembut, lidahnya juga masuk ke dalam mulutku, menjilati lidah
aku. Untuk pertama kalinya pula aku merasakan ciuman dari seorang
wanita, apalagi wanita matang dan berpengalaman seperti Ibu mulan.
Ternyata lebih nikmat dan halus, dibanding ketika pertama kalinya aku
merasakan ciuman dari seorang cowok.
“Ayo dik, lekas mandinya”.
“Nanti
malam giliran aku ya”, Ibu mulan tersenyum penuh arti pada aku. aku
mengangguk pelan, dan ingin “waktu” itu segera datang.
Malam itu,
setelah tugas-tugas sebagai perawat telah selesai, di kamar tidur
perawat aku belajar “melayani” Ibu mulan, ternyata indah sekali. Sungguh
hari itu, sore dan malam yang tidak terlupakan.
Sejak saat
itulah pula, Ibu mulan menjadi mentor aku. aku selalu menunggu
waktu-waktu tugas bersama, lagi dengan Ibu mulan dan kencan-kencan kami
lainnya di luar jam dinas Rumah Sakit, berbagi waktu dengan “suami”
tidak resmi Ibu mulan, dokter Calvinus, seorang dokter Kebidanan dan
Kandungan.